Puncak, Rancangan Undang-undang Peradilan Agama bidang
Perkawinan yang antara lain melarang nikah siri dan kawin kontrak terus
menuai kontroversi. Kabar ini tentu saja ikut menyentak mereka yang
suka melakukan kawin kontrak dengan pria asing, seperti yang galib
dilakukan wanita di kawasan Puncak, Jawa, Barat.
Selain alamnya yang indah dan berhawa sejuk, kawasan Puncak memang menyimpan fenomena unik terkait kawin mut'ah alias kawin kontrak. Antara Juli hingga September, vila di Warung Kaleng, Desa Tugu, Cisarua, misalnya, dipenuhi para turis mancanegara asal Timur Tengah dan sejumlah negara Eropa.
Bukan sesuatu yang aneh memang. Namun, sambil menikmati liburan musim panas di kawasan Puncak, ada juga sebagian dari mereka yang menikahi wanita setempat. Jangka waktunya selama mereka berlibur di Puncak. Inilah yang disebut nikah mut'ah [baca: Ketika "Zina" Dilegalkan].
Pekan lalu, muncul draf RUU Peradilan Agama bidang Perkawinan yang antara lain melarang nikah siri alias pernikahan tanpa kehadiran pejabat resmi pernikahan dan kawin kontrak. Pasal 144 misalnya menyebutkan, pelaku kawin kontrak diancam pidana maksimal tiga tahun penjara dan perkawinannya batal demi hukum.
Tak ayal draf RUU tersebut mencuatkan pro-kontra dan sejumlah unjuk rasa. Menteri Agama pun buru-buru meminta semua pihak menghentikan polemik karena RUU tersebut baru berupa draft yang bisa saja berubah [baca: Menag: RUU Bidang Perkawinan Baru Draft].
Selain alamnya yang indah dan berhawa sejuk, kawasan Puncak memang menyimpan fenomena unik terkait kawin mut'ah alias kawin kontrak. Antara Juli hingga September, vila di Warung Kaleng, Desa Tugu, Cisarua, misalnya, dipenuhi para turis mancanegara asal Timur Tengah dan sejumlah negara Eropa.
Bukan sesuatu yang aneh memang. Namun, sambil menikmati liburan musim panas di kawasan Puncak, ada juga sebagian dari mereka yang menikahi wanita setempat. Jangka waktunya selama mereka berlibur di Puncak. Inilah yang disebut nikah mut'ah [baca: Ketika "Zina" Dilegalkan].
Pekan lalu, muncul draf RUU Peradilan Agama bidang Perkawinan yang antara lain melarang nikah siri alias pernikahan tanpa kehadiran pejabat resmi pernikahan dan kawin kontrak. Pasal 144 misalnya menyebutkan, pelaku kawin kontrak diancam pidana maksimal tiga tahun penjara dan perkawinannya batal demi hukum.
Tak ayal draf RUU tersebut mencuatkan pro-kontra dan sejumlah unjuk rasa. Menteri Agama pun buru-buru meminta semua pihak menghentikan polemik karena RUU tersebut baru berupa draft yang bisa saja berubah [baca: Menag: RUU Bidang Perkawinan Baru Draft].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar